Minggu, 13 Februari 2011

Pendidikan Keluarga Qur'ani

BOOK REVIEW
JUDUL BUKU : PENDIDIKAN KELUARGA QUR’ANI
PENULIS : MANTEP MIHARSO, S.Ag, MSI.
PENYUNTING : SUYANTO
PENERBIT : SAFIRIA INSANIA PRESS
CETAKAN : PERTAMA JUNI 2004
TEBAL : 143 HALAMAN

  1. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Rasul berisi pedoman, petunjuk, dan sentral kendali segala wacana ideologi kehidupan untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akherat. Dalam konteks ini, Al-Qyr’an sering disebut sebagai Al-Huda (petunjuk), Al-Kitab (pedoman), Al-Syifa’ (penyembuh), Al-Zikr (Peringatan), Al-Tibyan (Penjelas), Al-Furqan (pembeda) dan lain-lain. Semua nama Al-Qur’an ini mengindikasikan bahwa ia adalah kitab suci yang berdimensi universal yang mencakup segala aspek dan problem kehidupan manusia. Diantara aspek dan problem kehidupan itu adalah masalah pendidikan lebih spesifik disebut dalam tulisan ini adalah pendidikan keluarga. Qur’ani.
Didalam buku ini, penulis membuat beberapa tema besar diantaranya adalah : 1). teminologi keluarga dalam Al-Qur’an, 2). hakekat keluarga dalam Al-Qur’an, 3). fungsi keluarga dalam Al-Qur’an, 4). aspek keluarga dalam Al-Qur’an. Secara umum buku yang ditulis oleh Mantep Miharso, S.Ag. MSI ini, mengkaji tentang konsep keluarga dalam Al-Qur’an dan implikasinya terhadap pendidikan dengan pendekatan tematik yang ia gunakan. Sebagai sebuah buku yang mengkaji tentang pendidikan keluarga perspektif Al-Qur’an, tentunya esensi dan substansi penulisan buku ini lebih banyak mereduksi konteks-konteks ayat Al-Qur’an sebagai acuan dan literer utamanya.
Membahas tentang defenisi pendidikan, banyak dari para ahli pendidikan mendefenisikan pendidikan diantarnya. Menurut Ahmad Marimba, “pendidikan adalah bimbingan atau didikan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan anak didik, baik jasmani maupun rohani, menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.1 Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantoro mendefenisikan pendidikan dengan “tuntunan segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka kelak menjadi manusia dan anggota masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”.2 Dengan demikian, definisi-definisi tersebut dapat diverbalisasikan dalam sebuah definisi yang komprehensif bahwa “Pendidikan adalah seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik terhadap semua aspek perkembangan kepribadian baik jasmani maupun rohani, secara formal, informal maupun non formal yang berjalan terus menerus untuk mencapai kebahagiaan dan nilai yang tinggi, baik nilai insaniyah maupun ilahiyah”.3
Dalam hal ini, “pendidikan berarti menumbuhkan kepribadian serta menanamkan rasa tanggung jawab, sehingga pendidikan terhadap diri manusia adalah laksana makanan yang berfungsi memberikan kekuatan, kesehatan dan pertumbuhan, untuk mempersiapkan generasi yang menjalankan kehidupan guna memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.”4
Buku yang ditulis oleh Mantep Miharso, ini adalah hasil dari penulisan tesis beliau ketika meraih Magister Studi Islam dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Langkah pertama yang ditempuh dari penulis buku ini adalah menggali konsep-konsep pendidikan keluarga dalam Al-Qur’an, untuk kemudian diterapkan secara praktis dalam membentuk keluarga yang Qur’ani. Pada tingkat inilah buku ini ditulis, yaitu bagaimana konsep pendidikan keluarga di elaborasi dari ajaran Islam, baik Al-Qur’an maupun al-Hadits. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan buku ini adalah pendekatan tematik, artinya upaya penggalian konsep pendidikan keluarga dalam Al-Qur’an digali dengan metode tafsir maudhu’i.
Sebagai penulis buku ini adalah Mantep Miharso, S.Ag. MSI, beliau adalah kepala kantor Urusan Agama Kecamatan Giritontro, Departemen Agama Kabupaten Wonogiri (sejak 2002) lahir di Banjarnegara, 22 November 1967. dan karya tulis yang pernah dibuatnya adalah yang berbentuk skripsi yang berjudul : Penolakan Ibn Hazm Terhadap Qiyas Sebagai Dasar Istinbath Hukum (Studi Analisis) dan Tesis : Konsep keluarga dalam Al-Qur’an dan Implikasinya Terhadap Pendidikan (Pendekatan Tematik), yang merupakan cikal dari terbitnya buku ini.

  1. POKOK MASALAH
Adapun pembahasan dalam buku ini meliputi tentang dasar dan ikatan kekeluargaan, perkawinan dan masalahnya, jalinan dalam kekeluargaan, rusaknya keluarga, serta pembagian kekayaan dan waris. Selanjutnya buku ini menyebutkan, bahwa ada tiga pokok masalah yang menjadi pembahasannya, yakni ; Bagaimana tatanan Islam tentang struktur keluarga ?, Bagaimana tatanan itu berfungsi dan Bagaimana pula tatanan itu di rencanakan ?, Bagaimana hubungan antara tatanan tersebut dengan basis-basis sosial ?.
Abd Al’Ati menyimpulkan dari ketiga permasalahan tersebut sebagai berikut :    Pertama, berbagai tatanan dalam sistem keluarga muslim berasal dari sumber normatif Islam dan dikaitkan dengan dasar kultur sosial. Meskipun kemudian tampak tiadanya hubungan yang jelas antara faktor ideologi dengan komponen perilaku dalam sistem itu.5
Kedua, ulama-ulama muslim menyusun tatanan itu dan mencoba menyesuaikan diri dengan keaslian kaidah agama serta mencoba membuat formulasi yang sesuai dengan syarat-syarat agama. Sumber pokok yang mereka gunakan sebagai pengikat adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sebagai sumber referensi lain adalah kebiasaan, logika dan elemen-elemen asing.6
Ketiga, terdapat beberapa interaksi antara tatanan Islam tentang keluarga dengan basis sosialnya, tetapi bukan bentuk-bentuk yang tetap. Artinya bahwa hukum Islam tidak sepenuhnya “aktif” juga tidak sepenuhnya “pasif” beberapa tatanan lama mungkin diterima dan dipakai, bisa jadi Islam melakukan pembenaran dan perubahan.7
Namun, dengan demikian pembahasan yang ditawarkan oleh ‘Abd Al-Ati tersebut dilihat dari sisi pendidikannya belum banyak dibahas. Sedangkan pembahasan dalam buku ini berbeda dengan pengkajian yang akan penulis lakukan dengan sudut pandang filosofis dan pedagogis.
Kemudian pendekatan dalam kajian ini, penulis buku ini menggunakan pendekatan tematis (maudhu’iy). Dengan teori penafsiran maudhu’iy atau disebut tematik, seseorang dibawa ke dalam hubungan yang nyata dengan pengalamannya sendiri, khususnya dalam mencari jawaban bagi masalah-masalah yang dihadapinya. “Tafsir tematik memotret garis-garis besar al-Qur’an di samping menetapkan suatu pendekatan untuk menemukan pandangan al-Qur’an tentang isu apapun yang dijumpai dalam kehidupan.”8

  1. SEKILAS TENTANG ISI BUKU
Secara konseptual keluarga didalam Al-Qur’an merupakan keluarga yang dibangun berdasarkan agama melalui proses perkawinan (sebagai suatu kontrak perjanjian suci yang kokoh atas dasar cinta, mawaddah, rahmah dan amanah) yang anggotanya memiliki kemampuan dan bertanggung jawab untuk mewujudkan ketenteraman (sakinah) melalui pergaulan yang baik (ma’ruf – cinta dan kasih sayang) dengan pembagian tugas sesuai kedudukan, status dan fungsinya sebagai anggota keluarga sehingga menjadi sandaran dan tempat berlindung bagi anggota keluarga sehingga menjadi kekuatan masyarakat untuk memperoleh kedamaian hidup.
Keluarga di dalam Al-Qur’an diatur secara struktural dengan memperjelas prinsip identitas status keanggotaannya dan secara fungsional dengan tanggung jawab yang dimilikinya. Sebagai keluarga yang dibangun tidak hanya secara struktural melainkan juga secara fungsional, maka fungsi-fungsi keluarga secara umum meliputi fungsi internal dan eksternal. Fungsi internal untuk memelihara diri dan anggotanya dalam rangka ibadah kepada Allah ; fungsi eksternal merupakan elemen dasar pembentukan umat/bangsa yang dapat menyumbangkan generasi penerus dari keturunan yang tumbuh dan berkembang dari keluarga tersebut.
Implikasi pendidikan yang terdapat di dalam keluarga adalah pendidikan pribadi atau tarbiyatun nafs (individual masing-masing anggota keluarga) dan pendidikan keluarga atau tarbiyatul ahl (yang di dasarkan atas fungsi, status dan kedudukannya di dalam keluarga, yakni pendidikan bagi suami, isteri, orang tua maupun anak.
Pendidikan didalam keluarga keberadaannya melekat pada tanggung jawab masing-masing anggotanya dan dijalankan secara bersama-sama. Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam, Zuhairini menyatakan bahwa keluarga merupakan tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya.9 Senada dengan ini, Hasan Langgulung dalam Bukunya Manusia dan Pendidikan, menyatakan bahwa keluarga merupakan unit sosial yang utama yang mana melalui individu-individu dipersiapkan nilai-nilai kebudayaan, kebiasaan, dan tradisinya dipelihara.10
Dengan demikian, keluarga mempunyai peran yang sangat dominan di dalam mengantarkan pribadi menjadi manusia seutuhnya, insan kamil. Namun kemudian, masing-masing keluarga akan membawa misinya menurut konsep yang di bangun.
Berbicara masalah pendidikan, kiranya banyak sekali permasalahan yang dihadapinya, baik dari faktor internal maupun eksternal. Dari ketiga bentuk sistem pendidikan yang dikenal dengan istilah pendidikan formal, informal dan non formal, maka semestinya ketiga hal tersebut saling berhubungan dan ada keterikatan emosional antara satu dengan yang lainnya.
Kemudian, selanjutnya melihat dari ketiga bentuk lembaga pendidikan tersebut diatas, pendidikan informal yaitu keluarga yang merupakan pembahasan yang diangkat dalam buku ini, adalah mungkin salah satu upaya solusi bagi dunia pendidikan agar proses pendidikan lebih mudah untuk dilaksanakan, selanjutnya sehingga peran pendidikan keluarga menjadi satu usaha dalam mendukung keberhasilan dalam dunia pendidikan.
Pendidikan keluarga Qur’ani yang ditawarkan oleh buku ini adalah merupakan sasaran tepat untuk dilaksanakan dalam sebuah keluarga. Artinya adalah proses pedidikannya lebih mengacu kepada bimbingan al-Qur’an dan petunjuknya. Bagaimana pandangan al-Qur’an mengenai pendidikan dalam keluarga dan apa-apa saja yang dibahas mengenai pendidikan keluarga dalam kaca mata al-Qur’an. Dimulai dari bab I yang membahas tentang terminologi keluarga dalam Al-Qur’an.
Dalam bab ini, penulis mengangkat pengertian keluarga dari beberapa perspektif, diantaranya keluarga dalam sosiologi adalah batih, batih adalah tempat lahir, tempat pendidikan, tempat perkembangan budi pekerti si anak. selanjutnya Graham Allan membagi makna keluarga kedalam dua pengertian. Pertama, keluarga sebagai ikatan kekerabatan antar individu keluarga dalam pengertian ini merujuk pada mereka yang punya hubungan darah dan pernikahan. Kedua, sebagai sinonim “rumah tangga”. Dalam makna ini ikatan kekerabatan tetap penting, namun yang ditekankan adalah adanya kesatuan hunian dan ekonomis. Faktor-faktor lain dalam mengartikan keluarga adalah batas-batas yang menentukan siapa yang termasuk anggota keluarga, dan siapa yang bukan. Kian erat hubungan darah, kian besar kemungkinan seseorang dianggap anggota keluarga, meskipun hubungan darah bukan satu-satunya faktor.11
Dilihat dari segi bahasa, yakni bahasa Inggris dan Arab, untuk menunjukkan keluarga dalam bahasa Inggris dipergunakan kata familiy, yang berasal dari kata familiar yang berarti dikenal dengan baik atau terkenal.12 Dan untuk menunjukkan kata keluarga dalam bahasa Arab dipergunakan kata al-Usrah, Al-Usrah dalam al-Mu’jam al-Wasit, sebagaimana dikutip ‘Abd Ghani ‘Abud, secara etimologis berarti ikatan (al-qayyid).13 Kemudian al-Usrah dalam arti ahlurrajuli wa ‘asyiratuh (ahli dari seseorang dan keluarganya) al-Usrah berarti al-Jama’ah (kelompok yang diikat oleh kepentingan bersama).
Beberapa pengertian diatas dapat memberikan pemahaman bahwa keluarga bermula dari terjadinya hubungan atau ikatan berupa perkawinan seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan sedikitnya terdiri dari dua orang tersebut. Kemudian ditambah anak, atau anak-anak. Sehingga anak mempunyai hubungan keluarga dengan orang tuanya karena darah.
Yang lebih fokus dalam bab ini adalah penulis buku ini melihat terminologi keluarga dalam Al-Qur’an. Hal ini dibagi menjadi dua bagian yaitu ;
  1. Term-term yang secara langsung menunjuk makna keluarga diantaranya :
  1. Al-‘Al adalah keluarga dalam pengertian yang luas, sehingga dapat berarti pengikut, kaum atau kerabat atau keturunan (anak cucu/bani).
  2. Ahl, kata ini berasal dari kata kerja ahila, menurut wazan radiya yang artinya anisa yaitu senang, tenang dan tenteram. Dikatakan : anasahu-muanasatan arinya dia menyenangkannya dan menghilangkan kesepiannya.14
  3. ‘Asyirah term ini berasal dari ‘isyrah (persahabatan, pergaulan), ‘asyir-‘usyra (kawan, karib), ‘asyirah-‘asyair (suku, kaum, keluarga)
  4. Raht didalam kamus besar bahasa Indonesia, Raht artinya kaum. Dalam al-Qur’an disebutkan dalam surat an-Naml (27): 48, surat Hud (11): 91.
  5. Rukn ; Fasilah, kedua term ini bermakna ‘asyirah. Dalam al-Qur’an kara Rukn disebutkan pada surat Hud (11): 80, dan kata Fasilah dalam surat al-Ma’arij (70): 13.
  6. Dzawy al-Qurba atau dza al-Qurba/ dza Maqrabah/ dza Qurba. Term-term ini dalam al-Qur’an disebutkan pada surat al-Baqarah (2): 177, ar-Rum (30): 38, al-Isra (17): 26, al-Balad (90): 15, Fathir (35): 18, al-An’am (6): 152, al-Ma’idah (5): 106.
  1. Term-term yang tidak secara langsung menunjuk makna keluarga, diantaranya :
  1. Zawj dan Nikah
  2. Abb dan Umm
  3. Zurriyah, Walad dan Ibn/ Bint.
Kemudian pada bab II, penulis mengangkat masalah hakekat keluarga dalam keluarga. Menurut penulis bahwa untuk merumuskan hakekat keluarga di dalam al-Qur’an, unsur-unsur tersebut adalah :
Pertama, kesatuan agama atau aqidah
Kedua, kemampuan atau kesanggupan mewujudkan ketenterman, baik secara ekonomis, biologis maupun psikologis.
Ketiga, pergaulan yang baik (ma’ruf) atas dasar cinta dan kasih saying diantara anggota keluarga.
Keempat, mempunyai kekuatan yang kokoh guna melindungi anggota keluarga dan menjadi tempat bersandar bagi anggota keluarganya dan bagi kekuatan masyarakatnya.
Kelima, hubungan kekerabatan yang baik dengan keluarga dekatnya, kerabatnya.
Keenam, proses pembentukannya melalui pernikahan yang sah yang mengikuti aturan agama.
Ketujuh, di dalam keluarga terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan status dan fungsinya sebagai anggota keluarga.
Dengan demikian hakekat keluarga di dalam al-Qur’an harus memenuhi unsur-unsur tersebut diatas. Jika dirumuskan, maka hakekat keluarga di dalam al-Qur’an adalah keluarga yang dibangun berdasarkan agama melalui proses perkawinan yang anggotanya memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk mewujudkan ketenteraman melalui pergaulan yang baik (ma’ruf-cinta dan kasih sayang) dengan pembagian tugas sesuai dengan kedudukan, status dan fungsinya sebagai anggota keluarga sehingga menjadi sandaran dan tempat berlindung bagi anggotanya dan pangkal kekuatan masyarakat untuk memperoleh kedamaian hidup. Singkat kata, keluarga yang bertanggung jawab mewujudkan ketenteraman dan kesejahteraan.
Selanjutnya, dalam bab III penulis mengulas tentang fungsi keluarga dalam al-Qur’an. Menurut penulis ada tiga fungsi keluarga dalam al-Qur’an, yaitu :
    1. Fungsi Individual
  1. Meningkatkan derajat kemanusiaan dan ibadah
  2. Memperoleh ketenangan dan ketenteraman jiwa
  3. Meneruskan keturunan
    1. Fungsi Sosial
Penulis mengutip dari pernyataan Quraish Shihab, bahwa dalam peran sosial Quraish Shihab mendasarkan pada QS. Thaha (20): 117-119 dan QS. Al-Qaqi’ah (56): 66, bahwa peran sentral yang dituntut dari Adam bersama cucunya dalam kehidupn dunia ini adalah menciptakan ketenangan bathin dan kesejahteraan lahir. Untuk mewujudkan peran sentral ini diperlukan peran aktif semua pihak. Inilah cita-cita sosial Islam.15
    1. Fungsi Pendidikan
Keluarga disepakati oleh para pemikir sosial sebagai unit pertama dan institusi utama dalam masyarakat. Di dalamnya terdapat hubungan langsung antar anggota keluarga. Disamping itu, menurut pendapat Quraish Shihab bahwa keluarga adalah sekolah tempat putra-putri bangsa belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia seperti kesetiaan, rahmat dan kasih saying, ghirah (kecemburuan positif) dan sebagainya.16
Sebagai suatu lembaga pendidikan, tentu saja keluarga menjalankan proses kependidikan dan manajemennya untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Jika banyak pakar pendidikan Islam menyatakan bahwa Allah sebagai Rabb (pendidik) dalam keluarga maupun umatnya, maka keluarga muslim yang dibentuk berdasarkan al-Qur’an dalam menjalankan proses pendidikannya-baik menyangkut landasan, metode maupun aturan yang dipergunakan-tidak lepas dari konsep keluarga yang secara filosofis digali dari teks al-Qur’an maupun perilaku Rasulullah SAW.
Pada bab akhir yakni bab IV, penulis mengangkat masalah tentang aspek pendidikan keluarga dalam al-Qur’an. Aspek pendidikan keluarga dalam hal ini ada dua pola yaitu pendidikan bagi individu dan pendidikan bagi keluarga. Mendidik keluarga meliputi : pendidikan bagi suami, pendidikan bagi istri, pendidikan bagi orang tua, pendidikan bagi anak.
    1. Pendidikan Bagi Individu
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, secara individu baik di dalam keluarga maupun dari luar keluarga mempunyai tanggung jawab untuk menjaga diri, memelihara dan mendidik diri serta mempertanggungjawabkannya.
Allah SWT berfirman :”Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…17
Dari ayat ini dapat dimengerti mengapa perintah menjaga diri lebih didahulukan sebelum kemudian menjaga keluarga. Hal ini karena dalam pendidikan, seorang pendidik terlebih dahulu harus memiliki kemampuan dan kesiapan diri baik ilmu maupun individu.
    1. Pendidikan Bagi Keluarga
Keluarga sebagai lembaga (institusi) sosial pertama dan juga lembaga pendidika pertama, perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Terbentuknya masyarakat yang bermoral berawal dari keluarga bermoral. Sedang pendidikan Islam bertujuan untuk mewujudkan manusia bermoral yakni insan kamil yang bertakwa.
Di dalam al-Qur’an surat At-Tahrim (66): 6, sebagaimana tersebut diatas. Disamping memerintahkan agar manusia memelihara dirinya juga memelihara keluarganya. Dengan demikian sentral pendidikan adalah keluarga dan menjadi tanggung jawab anggota keluarga secara keseluruhan tidak terbatas hanya orang tua. Sesuai dengan porsi dalam status dan kedudukannya masing-masing bertanggungjawab atas perbuatannya untuk mewujudkan pendidikan.
IV. ANALISA DAN KRITIK
Dari apa yang dipaparkan dalam buku ini, bahwa pendidikan keluarga Qur’ani menurut penulis buku adalah satu diantara upaya menjadikan keluarga sebagai sentral utama dalam melakukan pendidikan kepada anak dan seluruh anggota keluarga. Lebih lanjut penulis buku memberikan solusi alternatif pendidikan keluarga dengan mengedepankan aspek keteladanan yang baik yang harus diberikan kepada anak dan segenap anggota keluarga. Kemudian proses pendidikan tersebut seterusnya bisa dijadikan contoh oleh setiap anggota keluarga.
Dalam membangun pendidikan keluarga Qur’ani, tentunya aspek yang harus ditekankan adalah bagaimana menerjemahkan dan mengejewantahkan fungsi dari esensi Al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan pendidikan. Karena Al-Qur’an berisi seperangkat tata nilai yang didalamnya mencakup konsep-konsep pendidikan keluarga.
Buku ini sebenarnya belumlah memberikan wacana baru dan solusi baru bagi dunia pendidikan, khususnya apa yang dialami oleh keluarga untuk melakukan dan menerapkan pendidikan tersebut kedalam internal institusi yang bernama keluarga. Karena pendidikan keluarga Qur’ani yang diangkat oleh penulis tersebut lebih menekankan pada aspek afektif saja.
Aspek afektif yang dimaksud adalah penekanan terhadap bagaimana berakhlak dan berprilaku baik menurut konsep Al-Qur’an. Konsep keteladanan yang diangkat oleh penulis buku adalah salah satu yang harus dikedepankan dalam proses mendidik dan memberikan pendidikan bagi anak dan segenap anggota keluarga.
Kemudian pendekatan dalam kajian ini adalah menggunakan pendekatan tematik (maudhu’iy), bahwa seseorang dibawa ke dalam hubungan yang nyata dengan pengalamannya sendiri, khususnya dalam mencari jawaban bagi masalah-masalah yang dihadapinya. Lebih lengkap disamping menggunakan pendekatan tematis (menurut penulis buku) sebagai teori dan pijakan, dan dalam aplikasi prosesnya dilapangan adalah harus menggunakan pendekatan psikologis dan sosiologis.
Namun demikian, keberadaan buku ini tentunya mempunyai andil besar dalam memberikan celah kegembiraan bagi dunia pendidikan khususnya pendidikan dalam keluarga. Bahwa teori-teori yang dielaborasi dari Al-Qur’an, sesungguhnya acuan utama dalam proses melakukan pendidikan di dalam keluarga. Sehingga gambaran konsep pendidikan keluarga yang berbasis Al-Qur’an bisa dicontohkan dan dilakukan oleh setiap keluarga melalui buku ini.
  1. PENUTUP
Sebuah keluarga yang bisa berperan langsung dalam proses pendidikan didalam mengantarkan pribadi menjadi seutuhnya, insan kamil, adalah cita-cita besar yang harus diraih oleh setiap keluarga dan masing-masing memiliki hak untuk itu. Dan untuk menjadi manusia seutuhnya “insan kamil” haruslah mengacu kepada tuntunan Al-Qur’an dalam pendidikan keluarga.
Al-Qur’an merupakan firman Tuhan yang berisi petunjuk segala sesuatu, sehingga Allah menyatakan dalam firman-Nya yang artinya :”Tidak Kami lupakan dalam kitab itu segala sesuatu.”18 Juga dalam ayat lain, artinya :”Dan Kami turunkan kepadamu kitab yang menerangkan segala sesuatu dan sebagai hudan dan rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”19
“Segala sesuatu” ini banyak dipahami meliputi berbagai macam cabang ilmu pengetahuan, yang mana “Al-Qur’an telah menyadarkan kepada manusia ilmu yang beramanfaat yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, dengan sesamanya dan dengan lingkungannya.”20
Demikian makalah yang berbentuk book review dari judul aslinya pendidikan keluarga qur’ani karangan Mantep Miharso, S.Ag, MSI sebagai pemenuhan tugas pada mata kuliah pendekatan dalam kajian Islam.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites